Thursday, February 05, 2009


Sejumput Bagi Dipanku ya Sang Adil


Apa yang mereka katakan
Ku tak mengerti
Apa yang ku katakan
Mereka tak mengerti
Bilakah jadinya hari?
Sukma ini sudah hampir sampai
Dipanku sudah siap dituai
Tak mengertikah mereka?
Tak tahukah mereka?
Siapakah yang akan renggut?
Berdebar jiwa ini
Dalam penantian diujung dipan
Seumur hidupku terhampar jelas
Dipan ini adalah kisaran hidupku
Dimana kubersembunyi
Dimana kumenari
Dimana kubernyanyi
Pelosok dipan inilah sang saksi
Sampai saat nanti terangkat
Bilakah akan berangkat?
Tak sabar ku menuai dipanku
Berdebar batin ini
Berharap penuh pada kasih Sang Adil
Sisa-sisa dipan yang belum terisi
Dapatkah kumuliakan?
Agar nampak mulia dipanku
Bagi mata Sang Adil
Sungguh, takutku takut tak berujung
Sungguh, gelisahku gelisah tak berhilir
Mungkinkah Sang Adil serahkan
Sejumput iba bagi kaki-kaki penuh memar
Sejumput asih bagi lambung penuh lebam
Bersiaplah wahai jasadku
Hadapi remuknya agungmu
Hadapi kerdilnya parasmu
Dihadapan Sang Adil




Jakarta, 24 Maret 2008


Pujangga Air Mata

Jelas ini adalah kesumat
Jelas gelap jalan itu
Jelas ini adalah dusta
Ditebarkan seperti jala
Dilemparkan seperti bola
Disiarkan seperti pertandingan
Bingunglah
Fitnah itu tidak akan pernah punah
Bohongi tiap relung telinga
Sentuh organ terlarang
Cumbui perawan binal
Gunung-gunung akan tertawa
Lembah bukit akan bersujud
Air tidak lagi lembut
Pasir tidak lagi bercerai
Ayo selami arti ini
Akan kau temui makna
Pujangga menerawang angkasa
Bercinta dengan bintang
Berzinah dengan meteor
Hakimi ia
Bunuh ia
Pujangga akan tetap cumbui
Sampai puas hati
Sampai datang mati
Pujangga adalah cenayang
Melihat seperti tak tampak
Meraba seperti tak tersentuh
Kerjamu adalah mata air
Sejukkan kerontang selongsong
Baluri dentuman nadi
Di dada pujangga terletak hidup
Di dada pujangga ada cemas
Penuhi selaksa rembulan pedih
Kupas tiap purnama hingga sabit
Tuntaskan tuntutan hajat
Pujangga jujur mati demi hari
Pujangga bodoh tak ingin pandai
Kepedulianmu akan tentramkan matinya
Ulurkan tangan akan kau temui
Pujangga yang di sejukkan simpatimu
Ulurkan jiwa akan kau temui
Pujangga bersenjata air mata
Jakarta, 12 Maret 2007

Merengkuh Hariku Dalam Tiap Asa




Merengkuh hariku dalam tiap asa
Merengkuh jiwamu dalam dusta
Janji-janji bersayap patah
Sungguhkah patah
Mimpi-mimpi indah musnah
Di tangan sang surya
Benarkah sang surya

Menoleh menanti tertunduk
Tiada dirimu tak kunjung dikau
Lelah dalam sunyi
Biarkanlah jiwa ini terbang tanpa sayap
Biarkanlah jiwa ini terbang tanpa arah
Biarkanlah jiwa ini mengembara dalam deru bisu

Mencinta terluka mati
Tak satupun tunjukan
Kesungguhan cinta murni
Tak satupun tunjukan
Bahagia sejati

Mengapa mesti kujalani takdir
Mengapa mesti kutempuh nasib
Persetujuan apakah yang sah
Persetujuan yang tak kuingat
Persetujuan yang tak kusadari.
Mungkinkah segala pilihan ini
Takdirkah, nasibkah, atau hanya sia-sia

Pelajaran hidup
Hidup yang tak pernah mau dipelajari
Pelajaran hidup
Hidup yang tak mau dimengerti
Pelajaran hidup
Hidup yang sia-sia
Pelajaran hidup
Hidup yang laknat
Pelajaran hidup
Hidup yang penuh carut
Pelajaran hidup
Hidupkukah?
Pelajaran hidup
Hidupmu?
Pelajaran hidup
Hidup siapakah
Jakarta, 23 Mei 2007

Tahukah Dikau?




Mungkinkah kau tahu
Rasanya dirajam?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya kulit disayat bara?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya daging ditoreh?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya diguyur air mendidih?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya kaki direjang hingga putus?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya mata dicungkil arit?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya kemaluan disetrum?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya dubur dihujam?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya jemari disetrika?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya lengan dipuntir putus?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya lambung dirobek golok tumpul?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya mulut dicolok besi panas?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya pipi sobek dihajar popor?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya telinga dimasuki kumbang raja?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya hidung lenyap dikail?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya leher diputus gunting kuku?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya jakun direnggut catut?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya tengkorak dipecah linggis?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya urat ditarik lepas dari tubuh?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya?
Sakitnya?
Takutnya?
Perihnya?
Pedihnya?
Mungkinkah kau tahu?
Sakitkah?
Takutkah?
Perihkah?
Pedihkah?
Mungkinkah kau tahu
Rasanya mengharap mati segera datang?
Rasanya berdoa ajal segera menjemput?
Rasanya memohon malaikat maut tiba?
Mungkinkah kau tahu?
Mungkinkah kau tertawa?
Mungkinkah kau sedih?
Mungkinkah kau tetap suci?
Mungkinkah kau tetap tegar?
Mungkinkah kau tetap tersenyum?
Mungkinkah kau tetap indah?
Mungkinkah kau tetap bahagia?
Mungkinkah kau tetap berdiri?
Mungkinkah kau tetap dirimu?
Mungkinkah kau tetap yang kucinta?
Mungkinkah kau tetap yang kudamba?
Mungkinkah kau tetap yang kupuja?
Mungkinkah kau tahu rasanya?
Rasa hidup dalam kematian?
Rasa kematian tanpa hidup?
Mungkinkah kau tahu?
Rasaku dalam jiwa ini
Rasaku dalam batin ini
Rasaku dalam sukma ini
Rasaku dalam hati ini
Rasaku dalam jantung ini
Rasaku dalam dada ini
Rasaku dalam diri ini
Rasaku dalam hidup ini
Rasaku dalam dirimu
Mungkinkah kau tahu
Rasakanlah
Rasakanlah diriku
Rasakanlah pedihku
Rasakanlah perihku
Rasakanlah sakitku
Rasakanlah takutku
Mungkinkah kau rasakan

Jakarta, 23 Mei 2007